Palembang, beritakitanews.com – Mempunyai APBD mencapai Rp. 4.4 Triliun tidak menjamin daerah tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, kalau tidak dilakukan tata kelola keuangan yang baik.
Contohnya Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) daerah termasuk terkaya di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) namun tercatat nomor tiga (3) daerah termiskin di Sumsel. Itu menjadi tanda tanya, dengan APBD pantastis itu masih terjadi infrastruktur di pedesaan masih banyak jalan yang rusak.
Mungkin masih ada sekolah-sekolah yang kurang bagus dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di Sumsel ini sendiri.
Hal tersebut dikatakan tokoh muda sekaligus menjabat anggota DPRD Banyuasin dari partai Golkar, Muhammad Nasir, S.Si, berdasarkan analisa pengelolaan dana APBD disinyalir ada masalah, masalahnya seperti apa?.
“Mungkin tata kelola keuangan atau anggaran keuangan daerah yang salah dan perlu kita benahi yang pertama menset tentang alokasinya, terjadinya masalah itu setelah saya pelajari ada semacam alokasi perbedaan sangat signifikan yang mana belanja operasinya angkanya Rp 2.6 Triliun namun disisi lain belanja modalnya hanya Rp 1 Triliun, tentu saja ini menjadi ketimpangan sangat tinggi,”kata Politisi muda Partai Golkar tersebut.
Belanja operasi ini kan membebani APBD, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akutansi Pemerintahan Bab 2 dinyatakan pada paragraf ke 36 mengatakan belanja operasi adalah kegiatan pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk kegiatan sehari hari yang nilai manfaatnya jangka pendek.
Nah sekarang apa saja Belanja Operasi lanjut Anggota DPRD Banyuasin ini, Belanja Operasi ini terdiri dari 1. belanja Pegawai, 2. Belanja Barang dan Jasa, 3. Belanja Bunga, 4.Belanja Hibah dan 5. Belanja Sosial, dan inilah yang sangat tinggi kalau saya perhatikan di MUBA angkanya mencapai Rp 2.6 Triliun.
Sedangkan disisi lain, tambah Putra Asli MUBA ini, belanja modal hanya Rp 1 Triliun. Sedangkan angka tersebut terdiri dari belanja tanah, belanja jembatan, belanja jalan, belanja pembangunan dan ada juga untuk belanja mesin.
“Belanja mesin ini nampaknya digunakan untuk beli beli mobil bagus padahal masih ada mobil dinas yang kondisinya masih bagus. Sehingga pembangunannya menurun mungkin diangka Rp 700 Miliar dalam satu tahun,”ungkapnya.
Menurut saya itu salah satu penyebabnya. Saya selaku Putra Daerah MUBA sangat prihatin atas apa yang terjadi belakangan ini sudah beberapa kali pemimpin di MUBA banyak tersangkut masalah hukum, seperti di periode sebelum ini, lalu periode sekarang juga demikian,”terangnya.
Ini tentu saja ada sesuatu yang salah tentang tata kelola keuangan makanya kita akan sampaikan kepada masyarakatanya kita akan sampaikan kepada MUBA kalau kita ingin mengubah maka kita harus mencari sosok pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk mengelola keuangan pemerintahan di Kabupaten MUBA yang lebih baik lagi, kata Muhammad Nasir yang diharapkan masyarakat untuk memimpin MUBA periode mendatang.
Begini lanjut Alumni Lulusan Fakultas MIPA Jurusan Matematika Universitas Sriwijaya tersebut, bila kita kelola tata keuangan daerah secara transparan, akuntabel, secara skala prioritas yang kita utamakan sebenarnya tidak ada masalah untuk pembangunan infrastruktur.
“Bayangkan saja kalau kita alokasikan untuk belanja modal diangka Rp 1.8 Triliun maka kita alokasikan pembangunan di tiap desanya bisa Rp 5 Miliar dalam setahun itu diluar dari Dana Desa, masih ada sisa Rp 600 Miliar dan itu bisa kita alokasikan untuk pembangunan skala prioritas. Apa yang menjadi icon MUBA bisa kita alokasikan diangka Rp 600 Miliar tadi, sedangkan seluruh desa di Bumi Serasan Sekate sudah dialokasikan Rpm 5 Miliar tiap desanya diluar Dana Desa, “jelas Nasir ketika diwawancarai awak media.
Pada saat kita belanja APBD kita fokuskan untuk belanja infrastruktur untuk pembangunan seperti membangun jalan, membangun jembatan, kita bangun sekolah-sekolah yang tidak layak, puskesmas, kalau kurang rumah sakit kita bangun tipe Pratama untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat karena itu sangat penting.
”Itu kita fokus bangun Rp 5 Miliar 1 desa, dan Rp 2 Miliar kita berikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Desa untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa,”tandasnya.
Pemberdayaan seperti apa, yang namanya desa itu ada beberapa komponen disana ada pemuda remaja yang tergabung dalam Karang Taruna, ada ibu-ibu PKK, ibu-ibu aktif dalam pengajian nah mereka ini kita berikan kontribusi untuk meningkatkan kafasitas mereka untuk berorganisasi, untuk berkegiatan, untuk melakukan pelatihan, diklat dan sebagainya. Karena masa depan bangsa dan negara ini tergantung dari merekalah. Untuk itu untuk mengantisipasi agar tidak melakukan kegiatan yang negatif terutama generasi muda yang ada di Bumi Serasan Sekate ini, harap pria kelahiran 1979 tersebut.
Intinya menset dan pola tata keuangannya harus dirubah, selama ini dana operasinya sangat tinggi maka kita akan kecilkan dan meningkatkan belanja modal. Takutnya pelanggaran-pelanggaran seperti dua kepemimpinan di MUBA ini terjadi lagi, tidak mungkin dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kalau tidak adanya pelanggaran aturan dan itu jangan terjadi lagi,
”Terus terang saya selaku Putra Daerah sangat prihatin dan miris dengan kejadian seperti itu dan tentusaja sangat memalukan masyarakat MUBA seluruhnya,”cetusnya.
Makanya kedepan kita akan komitmen dan sampaikan kepada seluruh komponen masyarakat bahwasanya jangan ada lagi kegiatan-kegiatan seperti ini karena mencederai masyarakat, menceridai rakyat akhirnya pembangunan bisa terhenti tidak berjalan maksimal, ujung-ujungnya masyarakat menjadi korbannya, ini jangan terjadi lagi di MUBA.
Perbuatan seperti itu sebenarnya tergantung pribadi masing-masing karena ini kan sudah ada aturannya, apa yang kurang aturannya? kalau kita mau mengacu tentang tata kelola keuangan ada aturannya contohnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No 15 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan RI.
Kemudian dibawahnya ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara, sebgaimnana diubah menjadi PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, lalu Peraturan Mneteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah menjadi Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, lalu ada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD), lalu Peraturan Menteri Dalam Negeri No 90 Tahun 2019 Tentang Kodefikasi, Klasifikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, Belum lagi aturan lainnya seperti Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan sebagainya.
”Artinya dari segi aturan dan Perundang-undangan sudah bagus di Negara kita, tinggal pribadi masing-masing mau mentaati aturan atau melenceng dari aturan tersebut,” sambung Nasir.
Yang pertama kita harus memahami kemampuan keuangan daerah disitu ada pendapatan, ada belanja dan ada pembiayaan inilah komponen dalam struktur keuangan daerah. Kalau pendapatan kita kecil artinya pengeluaran atau belanjanya kita harus menyesuaikan dong jangan sampai pendapatan kita kecil belanja kita besar akhirnya kita harus ngutang kesana ngutang kesini, sehingga beban APBD kita kedepan banyak untuk membayar hutang dan tentu saja ini kita tidak sepakat.
“Mungkin ada beberapa Kabupaten/Kota seperti itu tidak usah kita sebutkanlah mungkin juga MUBA seperti itu juga,” katanya.
Nah yang seperti ini jika kita atur sedemikian rupa karena didalam pembangunan itukan yang penting Pemerataan dan skala prioritas yang mana dulu yang mau kita bangun dan ini harus dinikmati seluruh komponen masyarakat jangan kita melakukan pembangunan disatu sisi namun disisi lain masyarakat tidak merasakannya, mungkin juga ada sebagaian masyarakat yang tidak tersentuh pembangunan dan kejadian seperti ini tidak boleh lagi terjadi di MUBA.
“Seandainya masyarakat MUBA memberikan Amanah kepada saya untuk memimpin MUBA periode mendatang maka hal demikian akan dihindari karena menjadi pemimpin itu harus dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat nanti,bebernya.
Jangan kita anggap pemimpin itu hanya disidang DPRD saja, tidak seperti itu. Mungkin saja pemimpin sebelumnya mempunyai keterbatasan kemampuan atau lingkungan yang kurang mendukung.
“Mestinya kalau kita kurang paham dengan suatu masalah kita bisa minta pendapat disekitar kita, disana ada Sekretaris Daerah, Asisten, Staf Ahli dan Kepala-Kepala Dinas mestinya kita polanya diskusi, bagaimana untuk mengatasi hal seperti ini dan apa yang harus kita lakukan, jangan pola perintah kalau kita tidak memahami tapi kalau kita memahami baru pola perintah,”pungkasnya.
Untuk MUBA sendiri lanjut Muhammad Nasir, bilamana saya di Ridhoi oleh Allah SWT dan dipercayai oleh masyarakat MUBA maka saya targetkan dalam 3 tahun MUBA akan sejahtera, pembangunan merata hingga pelosok desa, air bersih dan litrik tidak menjadi keluhan masyarakat lagi.
Artinya, kalau kita kalkulasi ditiap desa itu bisa kita bangun 5 kilometer dalam satu tahun dikali 227 desa maka pembangunan jalan berapa ribu kilometer itu artinya bisa terkoneksi perhubungan bisa lancar baiki antar desa ke desa lain, desa ke kecamatan hingga dari desa ke Ibu Kota Kabupaten perjalanan lancar karena akses jalan yang bagus.
“Nantinya kalau sarana dan prasarana infrastruktur bagus maka kita akan dilirik oleh invetor asing baik nasional mungkin juga internasional, mereka akan melihat situasi kota jika penduduknya ramai maka mereka akan membangunan suatu kawasan seperti kawasan industri, kawasan rekreasi mungkin juga mereka akan membangun mall-mall dan ini bisa kita kerjasamakan dengan pihak swasta,”tutupnya.
Laporan : evi farlina
More Stories
Journalism 360 Ajak Media Berkembang Bersama
Penumpang Diprediksi Naik Hingga 15 Persen
JALIN SILATUHRAMI DAN KOLABORASI, PELINDO REGIONAL 2 PALEMBANG GELAR MEDIA GATHERING TAHUN 2024