22 Desember 2024

beritakitanews.com

Informasi Terkini dan Terupdate

Ilegal Drilling, Salah Siapa dan Siapa yang Bisa Hentikan?

Beritakitanews.com – Permasalahan ilegal drilling seperti tak pernah bisa dituntaskan oleh siapapun. Permasalahan ini selalu ada dari tahun ke tahun dan selalu bermunculan seolah tak pernah ada habisnya. Entah salah siapa dalam hal ini, tetapi kenyataannya, selalu saja ada pelaku pengeboran minyak liar dan bahkan kecelakan di penambangan karena tidak sesuai standar keamanan.

Jika ingin menyalahkan aparat keamanan yang tidak serius dalam memberantas ilegal drilling, nyatanya berdasarkan berdasarkan data Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), tindakan tegas telah dilakukan oleh aparat keamanan terhadap pelaku kegiatan illegal Drilling. Pada tahun 2018 telah ditetapkan 168 tersangka, kemudian pada 2019 ditetapkan 248 tersangka, dan pada 2020 ditetapkan 386 tersangka.

Jika ingin menyalahkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), nyatanya pihak SKK Migas juga telah bekerja sama dengan aparat keamanan untuk untuk memberantas Ilegal Drilling tersebut. Bahkan SKK Migas juga melakukan penyusunan pedoman kerja ataupun Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penanganan kegiatan yang lebih spesifik. Hingga saat ini, SKK Migas telah mengeluarkan 14 PKS yang meliputi kolaborasi bersama 10 Kepolisian Daerah dan 28 kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Dengan ini diharapkan, bisa menekan jumlah aksi ilegal dan menghindari juga timbulnya korban, penyerobotan lahan operasi. Upaya lain yang telah dilakukan SKK Migas untuk penanganan kegiatan illegal drilling adalah dengan membentuk tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal, serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal.

Kemudian jika ingin menyalahkan Pemerintah melaui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), nyatanya telah ada peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana Pasal 98 sebagaimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja mengatur tentang sengaja dilampauinya baku mutu udara, baku mutu ambien, baku air, baku mutu kerusakan lingkungan hidup dapat dikenakan pidana penjara 3 sampai 10 tahun.

Ditambah lagi Pasal 109 sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang persetujuan pemerintah pusat sampai terjadinya korban, gangguan kesehatan, keselamatan dan lingkungan dapat dikenakan pidana penjara 1 sampai 3 tahun. Kedua pasal tersebut malah jadi landasan pihak kepolisian untuk memberantas maraknya ilegal drilling, salah satu contohnya, seperti di Kabupaten Musi Banyuasin yang baru – baru ini, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) telah menutup 1.000 sumur bor Ilegal.

Jika menyalahkan Pemerintah Daerah, misalnya Kabupaten Muba yang tidak tegas, hingga sampai muncul korban seperti di Desa Keban I Kecamatan Sanga Desa dan api yang menyembur dari sumur bor tidak bisa di padamkan, nyatanya Pemkab Muba telah bekerjasama dengan TNI, Polri, Pemda, Tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak lainnya untuk menyelesaikan ilegal drilling dengan beberapa terobosan seperti membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan kampung Pencanangan Kampung Hijau Bebas Ilegal Drilling.

Disisi lain malah, lagi – lagi berdasarkan informasi dari Pemkab Muba, mereka malah mengalami kerugian kebocoran Migas yang ditaksir dalam sehari mencapai 4.000-5.000 barel per hari atau dalam satu hari kerugian negara mencapai Rp 4,2 miliar atau per tahun mencapai Rp1,5 triliun. Belum lagi terjadi kerusakan lingkungan seperti tanah yang berlubang dan aliran air yang tercemar.

Terus, siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Kenapa aktivitas ilegal drilling masih terus berlanjut. Mau menyalahkan masyarakat karena tidak mengindahkan himbauan atau aturan pemerintah, rasanya hal ini juga tidak etis, mengingat masyarakat pun melakukan hal tersebut karena terdesak kebutuhan ekonomi.

Mau menyalahkan tentang aturan dan regulasipun, nyatanya hal ini sudah lama terjadi, bahkan sumur bor seperti yang ada di Muba sudah ada sejak lama dan berlangsung secara turun – temurun, tentunya pembicaraan tentang solusi untuk permasalahan yang terjadi juga sudah sering dilakukan oleh pemerintah dan jajarannya?

Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Atau kalau tidak ada yang bisa, siapa yang bisa menuntaskan permasalahan ilegal drilling, sehingga masalah tidak berlarut-larut dan terulang?. Apa memang sifat kejahatan itu tidak pernah bisa dihentikan dan hanya bisa dilakukan tindakan untuk menekan atau mengurangi?

Jika fokusnya hanya dalam bentuk menekan angka kejahatan? Lalu dimana progresnya angka kejahatan itu menjadi kecil?. Seluruh pihak – pihak terkait, harusnya ketika melakukan diskusi, koordinasi, regulasi, program yang direalisaksikan dalam bentuk tindakan pencegahan, harusnya ada hasilnya. Hasil yang menunjukkan ada perbaikan. Perbaikan yang menunjukkan grafik berkurangnya ilegal drilling dari tahun ke tahun sehingga sampai pada titik dimana Zero Ilegal Drilling.

Tapi, apakah bisa mencapai pada titik zero ilegal drilling?, apakah masih terjebak pada siklus dimana Ilegal driling itu ditindak, dihukum, muncul lagi, kecelakaan lagi dan korban lagi dan ditindak lagi. Adakah pihak yang berani berjanji dan secara nyata mampu mencapai titik itu dan membuktikan kinerjanya. Atau pada titik kebodohan dan kebuntuan, mau menyalahkan alam yang menyediakan minyak?, padahal kekayaan alam yang tersedia seharusnya bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya dan sebijak – bijaknya untuk kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Laporan : tim redaksi